Balada si Miskin : Berbuat baik SALAH berbuat SALAH apalagi


Ini sebuah cerita, entah itu fakta atau realita yang pasti pemeran utamanya adalah seorang tua renta yang hidup miskin tapi tidak pernah merasa kekurangan, hidup miskin tapi tetap selalu mengajarkan anak-anaknya arti kehidupan, hidup miskin tapi selalu berbagi ke sesama, hidup miskin tapi selalu  berniat baik untuk menolong sesama walaupun niat yang tulusnya tersebut selalu berujung sakit hati dan perasangka buruk terhadapnya.
Di sebuah desa yang tempatnya jauh dari hiruk pikuk kejamnya ibu kota, berdiri kokoh sebuah Rumah tua dengan warna cat putih yang sudah memudar serta beberapa tiang yang nyaris roboh. Disana hiduplah si tua renta bersama suami dan anaknya yang masih kecil. Sedangkan putra dan putrinya sedang melanjutkan belajar di kota seberang.
Suatu hari terdengarlah kabar dari kota seberang bahwasanya adik beliau akan mengadakan pesta yang meriah. Yaa… pesta pernikahan anak adiknya! Si tua renta yang lagi kesusahan kebingungan ingin membantu, ia tahu acara semeriah itu pasti akan membutuhkan banyak orang. Walaupun sebenarnya dia juga kebingungan, mau tidak mau dia harus meninggalkan anaknya yang masih kecil yang masih belum mengerti arti kejamnya dunia. Kalaupun semua keluarganya diajak, maka hutang mereka akan semakin besar. Si tua renta akhirnya berinisiatif untuk pergi sendiri dengan segala resiko yang ada.
Tapi sialnya ternyata si tua renta tidak mempunyai uang sepersenpun untuk berangkat ke kota seberang. Bingunglah si tua renta, darimana dia mencari uang untuk membeli tiket ke kota seberang? Karena waktunya semakin mepet, akhirnya terbesit di pikiran si tua renta untuk meminjam uang kepada tetangganya. Mencari mencari dan mencari dengan susah payah, akhirnya si tua renta tersebut mendapatkan pinjaman uang dari tetangganya. Dengan modal itulah akhirnya si tua renta bisa membeli tiket dan berangkat ke kota seberang.
Tibalah di hari keberangkatan, dengan sedih bercampur senang akhirnya si tua renta berangkat ke kota seberang seorang diri demi membantu pesta pernikahan anak dari adiknya tersebut. Dia sedih, karena harus meninggalkan suami dan anaknya yang masih kecil. Senang, karena selain bisa membantu acara pernikahan anak dari adiknya tersebut sekaligus bertemu dengan putra dan putrinya yang sedang melanjutkan belajarnya di perguruan tinggi di kota seberang tersebut.
Setibanya di kota seberang, si tua renta setiap hari membantu acara demi acara dari serangkaian pesta yang meriah tersebut tanpa ada sedikitpun rasa lelah tergurat di dahinya. Di puncak acara lengkap sudah kebahagiaannya, akhirnya dia bisa bertemu dengan kedua anaknya yang kebetulan pada saat itu sedang libur kuliah.
Namun ternyata terjadi hal yang tidak diinginkan diakhir acara tersebut. Tak pernah disangka dan tak pernah diduga, rumah tempat adiknya tersebut ternyata kecurian disaat tempat tersebut lagi banyak-banyaknya tamu undangan. Tapi anehnya semua orang disana tidak sadar dan baru tahu kalau tempat tersebut kecurian disaat acara sudah selesai dan banyak barang berharga yang hilang karenanya.
Usut demi usut akhirnya ada yang menyimpulkan bahwasannya ini pasti ulah orang dalam, soalnya tidak ada orang luar yang dicurigai selama acara berlangsung. Spontan yang punya acara langsung menuduh bahwasanya ini pasti ulah anak si tua renta, karena keluarga dari suami anaknya pasti gak bakalan melakukan perbuatan ini!
Si tua renta kaget sekaligus sedih, adiknya sendiri dengan teganya menuduh anaknya melakukan hal yang tidak pantas seperti itu. Apalagi tidak ada bukti yang kuat kalau yang melakukan itu adalah putri dari si tua renta tersebut. Dia tahu walaupun dia miskin, dia tidak pernah mengajarkan kepada anaknya untuk melakukan hal yang dilarang oleh agama! Dia selalu membekali anaknya dengan bekal agama semenjak dini, semenjak anak-anaknya masih kecil sampai sudah siap untuk melanjutkan belajarnya ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan berat hati si tua renta menanyakan hal tersebut kepada putrinya walaupun dia yakin putrinya tersebut tidak akan melakukan hal yang sehina itu. Dengan menangis putrinya tersebut bersumpah kalau dia tidak pernah walaupun hanya niat untuk mencuri, dia tahu kalau tuhan itu maha tahu! Akhirnya si tua renta dan anaknya menangis tersedu dan meninggalkan tempat tersebut dengan sedih hati.
Betapa malangnya si tua renta, ternyata niat baiknya yang tulus jauh-jauh dari desa seberang untuk membantu akhirnya dianggap hanya sekedar alesan untuk mencuri barang berharga milik adiknya. Mau dijelasin bagaimanapun juga ternyata adiknya tersebut tetap kekeuh terhadap pendiriannya.
Selanjutnya bagaimana dengan nasib si tua renta?
Si tua renta tersebut akhirnya pulang kembali ke desa seberang dengan membawa luka di hatinya. Ternyata perjuangan dan pengharapannya selama ini lenyap tak berbekas. Hanya luka dan kepedihan yang dia rasa. Sebelum pulang, si tua renta sempat menasehati putra dan putrinya :
“Biarlah orang lain menganggap niat baik sebagai niat buruk baginya, tapi yang maha tahu pasti lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak penting  mengharapkan balasan di dunia, yang paling penting adalah mengharapkan balasan di akhirat kelak”

Note : 
Lagi belajar nulis jadi mohon masukannya ya teman-teman. Kalo ada yang kurang komen aja di bawah. BTW thnks banget buat si Papank atas koreksinya, gara-gara sering minjem Novel lw gw jadi pengen belajar nulis :p